Wednesday, August 28, 2013

Main Saham ala Intelligent Investor - General Portfolio Policy: The Defensive Investor

[Pos ini ©2013 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Ulasan ini adalah kelanjutan dari Bab 3, dan mengacu pada Bab 4: General Portfolio Policy: The Defensive Investor, hal 88 - 111.

Sejauh ini kita telah melihat definisi yang jelas dari Graham dan Zwaig tentang seorang Intelligent Investor. Mungkin para rekan mulai bertanya-tanya, apakah seorang Intelligent Investor harus selalu rela mengorbankan waktu dan energinya dalam bermain saham untuk mendapatkan hasil yang secukupnya, tanpa kecuali? Bagaimana jika saya tidak memiliki cukup waktu maupun energi untuk bermain saham, tetapi tetap ingin mendapatkan imbal hasil secukupnya?

Nah, untuk menjawab pertanyaan di atas, Graham membagi dua tipe Intelligent Investor. Pada beberapa bab ke depannya, Graham juga akan membeberkan strategi yang lebih mendalam terkait dengan tipe investor yang lebih cocok dengan gaya rekan-rekan pribadi.

Tipe investor yang pertama adalah investor aktif. Investor tipe ini aktif meneliti kemungkinan investasi-investasi baru dan juga tanpa lelah menginvestasikan waktu dan energi untuk mempelajari portofolio sahamnya. Investor tipe ini juga seringkali dapat memilih saham-saham tertentu yang mampu memberikan imbal hasil di atas rata-rata IHSG pada saat banteng melesat maupun beruang mengamuk.

Tipe investor yang kedua, dan merupakan fokus utama dari bab ini, adalah investor pasif. Investor tipe ini lebih memilih membeli saham sekali saja dan simpan selama mungkin (buy and hold strategy), atau rajin membeli saham pilihannya secara rutin apa pun yang terjadi (dollar-cost averaging strategy). 

Termasuk pada tipe investor pasif adalah mereka yang berlangganan mutual fund, atau lebih dikenal di Indonesia sebagai reksadana (Graham secara khusus menganjurkan index fund atau reksadana indeks. Hal ini akan dibahas lebih detail pada bab berikutnya). Untuk reksadana saham misalnya, ini bisa kita anggap sebagai koleksi saham-saham berdasarkan kriteria tertentu. Jika kita membeli suatu reksadana saham, kita berarti telah menurunkan risiko rata-rata, karena uang kita tersebar pada seluruh saham yang terdapat pada reksadana tersebut.

Tipe-tipe reksadana di Indonesia.
Source: Dr. Keuangan

Apa pun tipe investornya, Graham tetap kukuh pada konsep diversifikasi pada bab sebelumnya. Sebaiknya portofolio investasi dibagi 50% saham dan 50% wadah investasi lainnya. Atau bisa juga sedikit berubah proporsi portofolionya bergantung pilihan pribadi para investor, dengan rekomendasi antara 25% - 75%. 

Lebih jauh lagi Zwaig memberikan saran bagaimana sebaiknya rasio portofolio ini para rekan terapkan. Hal-hal yang patut para rekan pertimbangkan seperti tujuan investasinya, seberapa stabil penghasilan rutin anda, apakah anda sudah berkeluarga atau belum, seberapa toleran anda terhadap risiko, dll. Secara umum, semakin mantap kondisi anda pada saat ini dan semakin panjang tujuan investasi para rekan, semakin tinggi proporsi saham yang harus para rekan pertimbangkan pada portofolio pribadi.

"Ah, Bung Willy terlalu bertele-tele disini. Mengapa tidak 100% saham saja untuk portofolio investasi saya?" 

Yah, saya yakin ada di antara para rekan yang sudah berpikir seperti itu. Ternyata Zwaig sudah mempersiapkan jawaban untuk pertanyaan yang satu ini (saya sedikit adaptasi untuk pemain saham Indonesia). Jika para rekan benar-benar ingin investasi 100% di saham, anda harus dengan mantap:
  • Punya dana tunai untuk menopang keluarga setidaknya sampai 1 tahun ke depan
  • Akan terus berinvestasi sampai 20 tahun ke depan
  • Telah bertahan ketika beruang ganas mengamuk pada krisis 2008
  • Tidak ikut-ikutan panik melepas saham ketika beruang ganas mengamuk pas krisis 2008
  • Bukan saja anda tidak panik, anda malahan memborong lebih banyak saham lagi pas krisis 2008
  • Tidak mudah terjebak kesintingan Tuan Pasar (harap menuju ke Bab 8 untuk tahu lebih banyak tentang Tuan Pasar) dan punya strategi mantap untuk berinvestasi saham pada kondisi apa pun
Ketika beruang ganas lepas di IDX, apakah anda akan ikut-ikutan panik?
Source: 'Kontan.co.id'

Strategi ini memang terdengar konservatif, tetapi ini adalah harga yang harus anda bayar jika ingin nekat investasi 100% portofolio anda di saham. Siapa pun yang panik ketika beruang ganas lepas pada krisis sebelumnya juga tetap akan panik ketika beruang ganas kembali mengamuk. Dan percayalah, anda akan sangat menyesal ketika itu terjadi.
 
Selebihnya bab ini membahas beberapa alternatif selain saham yang patut para rekan pertimbangkan pada portofolio pribadi. Graham terutama sekali memberikan penjelasan ringkas mengenai obligasi baik dari negara maupun perusahaan, beserta untung ruginya. Poin terpenting disini adalah Graham percaya bahwa obligasi sebaiknya bisa menjadi bagian dari portofolio investasi para rekan untuk menjamin diversifikasi.

Pembelian obligasi secara langsung biasanya tidaklah mudah karena membutuhkan biaya yang relatif sangat besar, tetapi Zwaig mengingatkan bahwa sekarang kita bisa dengan mudah membeli reksadana yang portofolionya mencakup obligasi.

Di Indonesia misalnya, kita bisa membeli reksadana pendapatan tetap atau reksadana campuran sebagai alternatif yang murah meriah agar portofolio kita tetap terdiversifikasi. Selain obligasi, para rekan juga bisa mempertimbangkan tabungan, deposito, dan reksadana pasar uang sebagai alternatif diversifikasi portofolio investasi seorang Intelligent Investor.

Sebagai penutup, Zwaig menjabarkan kemungkinan membeli saham untuk mendapatkan dividen sebagai salah satu cara bermain saham yang konservatif. Beberapa saham di Indonesia dari BUMN atau perusahaan yang sudah mantap perkembangannya tergolong rajin memberi dividen, dan main saham tipe ini sering disebut dengan income investing. Hanya saja harap diingat bahwa dividen umumnya hanya diberikan ketika perusahaan mengalami keuntungan, dan dividen yang dibagikan besarnya bisa naik turun bervariasi setiap tahunnya. Ini tidak cocok bagi investor yang mengharapkan income yang stabil.

Jadi apa pesan moral dari bab ini? Graham memberikan masukan yang sangat berharga terutama sekali bagi para investor pasif, yaitu dengan cara diversifikasi. Dengan strategi yang mantap dan diversifikasi yang cerdas, para investor pasif juga ada harapan untuk mendapatkan imbal hasil yang secukupnya dari portofolionya.

Ulasan berikutnya adalah Bab 5: The Defensive Investor and Common Stocks, hal 112 – 132. Selamat membaca!

Tuesday, August 27, 2013

Main Saham ala Intelligent Investor - A Century of Stock-Market History

[Pos ini ©2013 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Ulasan ini adalah kelanjutan dari Bab 2, dan mengacu pada Bab 3: A Century of Stock-Market History, hal 65 - 87.

Bab ini mungkin terlihat rada aneh. Mengapa kita harus membaca ulasan pasar saham selama satu abad sebelumnya? Mengapa kita tidak langsung saja menganalisis pasar saham pada kondisi saat ini juga sekarang juga?

Jawabannya sederhana saja. Apa saja yang kita ketahui tentang pasar saham saat ini berasal dari data masa lampau! Apakah IHSG akan melonjak begitu harga komoditas dunia melonjak? Data masa lampau! Apakah IHSG akan jatuh kalau the Fed mengubah kebijakan Quantitative Easing? Data masa lampau! Apakah IHSG akan begini dan begitu jika yang ini atau yang itu terjadi? Data masa lampau!
Learn from the past. Live in the present. Believe in the future.
Source: Siamckye.blogspot.com
Siamckye.blogspot.com#sthash.Wg9KLmax.dpuf

Pada bab ini, Graham memberikan kupasan yang rinci akan sejarah pasar saham Amerika selama satu abad dari pertengahan abad ke-19 sampai tahun 1972. Saya tidak akan membahas dengan rinci apa yang Graham jabarkan pada bab ini, silakan para rekan baca sendiri. Tetapi saya ingin menekankan betapa pentingnya dinamika pasar yang terjadi dari tahun ke tahun dan apa kesimpulan penting yang diambil oleh Graham dan Zwaig. 

Perlahan-lahan Graham membeberkan siklus banteng dan beruang pada pasar saham Amerika dari tahun ke tahun dan bagaimana siklus ini memberikan petunjuk akan dinamika pasar saham pada tahun 1972. Belakangan Zwaig lebih jauh lagi memperluas ulasan Graham sampai pada pasar saham saat dotcom bubble and burst tahun 1999 dan 2000. Ternyata hasilnya tidak berbeda jauh. Ada saat-saatnya pasar saham di atas, dan ada juga saatnya pasar saham terhempas.

Satu hal penting yang Graham tekankan pada bab ini adalah agar jangan pernah sampai berhutang (atau dalam istilah populer sekarang, memakai margin) untuk berinvestasi, dan selalu ingat pentingnya diversifikasi (masih ingat himbauan Graham akan diversifikasi pada bab sebelumnya?) pada portofolio investasi para Intelligent Investor. Lebih eksplisit lagi, Graham menekankan agar cukup separuh portofolio saja yang mencakup saham. Selebihnya ya disebar pada wadah investasi lainnya (emas, properti, obligasi, dll).

Himbauan Graham ini mungkin mengagetkan sebagian para rekan. “Graham bagaimana sih? Bukannya buku Intelligent Investor fokus untuk main saham secara intelijen? Mengapa Graham malah seakan-akan ingin kita tidak benar-benar serius bermain saham? Sampai-sampai melarang-larang pakai margin segala??”

Begini, jangan lupa kalau Graham sudah mengalami sendiri pahitnya krismon besar The Great Depression pada 1929, dan beliau kehilangan –bisa dibilang- seluruh investasinya. Pukulan telak ini seterusnya berbekas pada cara berpikir Graham yang konservatif dan bagaimana caranya bertahan main saham dengan kerugian yang seminimal mungkin. Sepanjang buku Intelligent Investor, Graham akan terus-menerus menekankan betapa pentingnya bagi para investor untuk melindungi modal kita dalam bermain saham. 

Murid Graham yang terbaik, Warren Buffet merangkum pandangan Graham dalam 2 nasihat terkenal:

  1. never lose money,
  2. always remember rule 1!

Perhatikan bahwa Buffet tidak berkata ‘always make money’. 

Ingat juga apa yang Zwaig jabarkan sebagai salah satu ide terpenting investasi Graham: kita harus bersungguh-sungguh melindungi diri dari kerugian yang fatal. Diversifikasi adalah saran yang diberikan Graham pada buku Intelligent Investor, tetapi investor besar lainnya seperti Buffet dan O’Neil juga memiliki cara tersendiri untuk melindungi modal main saham. Saya mengingatkan para rekan untuk tidak terpaku pada pandangan Graham saja dan mencoba membandingkan beberapa gaya investasi yang berbeda sampai mendapatkan cara main saham yang sesuai dengan karakter pribadi masing-masing.

Sebagai penutup bab ini, Zwaig juga mengambil satu kesimpulan penting setelah membaca dinamika pasar saham dari tahun ke tahun selama satu abad lebih. Hanya ada satu hal yang pasti dari masa lampau, yaitu masa depan akan selalu memberi kejutan, selalu! Pasar tanpa ampun akan menghantam mereka yang kelewat percaya diri dalam memprediksi pasar, jadi jangan pernah mengambil risiko berlebihan dalam bermain saham karena kita tetap saja bisa salah.

Walaupun demikian, bagi seorang investor, harapan tidak akan pernah padam walaupun hanya secuil saja. Karena kalau tidak ada lagi harapan, untuk apa lagi kita berinvestasi? Tidak peduli sesuram apa pun situasi yang dialami seorang Intelligent Investor, kita selalu percaya akan ada sesuatu yang menanti kita di masa depan. Ini juga yang telah ditulis Zwaig pada bab sebelumnya, yaitu kita berharap mencetak hasil yang secukupnya, dan tidak berlebih-lebihan.

Pesan moral dari bab ini dirangkum dengan baik oleh Zwaig dengan mengutip percakapan antara G. K. Chesterton, seorang sastrawan Inggris, dengan seorang kritikus yang sinis. Sang kritikus menyindir dengan sinis, “Diberkatilah orang yang tidak berharap apa-apa, karena dia tidak akan pernah merasa kecewa.” Tanggapan Chesterton? “Justru sebaliknya, sobat. Diberkatilah orang yang tidak berharap apa-apa, karena dia akan bersyukur atas segala-galanya.”

Wednesday, August 21, 2013

Mind Over Market - Mark Douglas


Ini ada video interview dari salah satu trader favorit saya, Mark Douglas.



Mark membahas psikologi trading secara praktis, dan apa yang menentukan sukses-tidaknya seorang trader.

The Five Fundamental Truths About Trading
1. Anything can happen
2. You don’t need to know what is going to happen next in order to make money
3. There is a random distribution between wins and losses for any given set of variables that define an edge
4. An edge is nothing more than an indication of higher probability of one thing happening over another
5. Every moment in the market is unique

The Seven Consistency Rules
1. I objectively identify my edges
2. I predefine the risk of every trade
3. I completely accept risk and or I am willing to let go of the trade
4. I act on my edges without reservation or hesitation
5. I pay myself as the market makes money available to me
6. I continually monitor my susceptibility to making errors
7. I understand the absolute necessity of these principles of consistent success and, therefore, I never violate them 

Video ini sangat diremondasikan bagi para trader level manapun.

Sunday, August 18, 2013

Main Saham ala Intelligent Investor - The Investor & Inflation

[Pos ini ©2013 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Ulasan ini adalah kelanjutan dari Bab 1, dan mengacu pada Bab 2: The Investor & Inflation, hal 47 - 64.

Harga daging sapi melonjak!

Harga BBM melonjak!

Inflasi lebih tinggi dari prediksi pemerintah, APBN akan direvisi!

Rasanya hampir setiap hari kita dibombardir dengan berita-berita seperti ini. Dan secara umum dari waktu ke waktu uang yang kita pegang memang sepertinya semakin melemah saja nilai tukarnya. 

Saya ingat pas masih SD dulu naik bus kota sebagai pelajar bisa bayar dengan 100 perak saja. Sekarang? 1000 rupiah!

Lalu saya juga ingat pas tahun ’80-an, punya uang 20 ribu rupiah bisa sudah sepuas-puasnya jalan-jalan ke Mal, makan ayam goreng lezat di Kentucky, nonton bioskop dulu sebelum pulang, lalu tinggal cari taksi Blue Bird yang nyaman diantar sampai ke rumah. Sekarang? Yah, paling tidak mesti siap 100 ribu rupiah, itu pun sudah ketar-ketir apakah masih ada cukup ongkos buat naik bis dan ojek pulang!

Berdasarkan fakta yang pahit inilah, seorang Intelligent Investor mau tidak mau harus memasukkan faktor inflasi dalam pertimbangan investasinya. Jika ada satu dan hanya satu alasan utama mengapa kita harus berinvestasi, inflasi adalah jawabannya. Nilai uang akan terus fluktuatif dari waktu ke waktu, dan kecenderungannya adalah mengarah turun (atau dengan kata lain, harga-harga selalu cenderung mengarah naik)! 

Itulah sebabnya saya tidak setuju dengan pepatah ‘menabung’ pangkal kaya. Omong kosong dan ngawur! ‘Menabung’ itu sebenarnya pangkal miskin, karena uang yang kita simpan akan terus-menerus digerogoti nilainya oleh inflasi! Coba bayangkan seandainya saya menyimpan 20 ribu rupiah di celengan saya dari tahun ’80-an sampai sekarang. Ingat contoh yang di atas tadi. Lebih enak mana, belanja dengan uang 20 ribu pas tahun 1980-an atau dengan uang 20 ribu pas tahun 2013?

Menabung pangkal... miskin?? Source: ‘Koran Kontan’

Pepatah usang di atas seharusnya diganti. Menabung ‘Investasi’ pangkal kaya. Nah, sekarang sudah semakin jelas kan? Investasi yang berhasil adalah investasi yang nilai kenaikannya mampu mengalahkan inflasi.

Nah, pada bab ini, Graham memberikan pandangan-pandangan yang menarik akan investasi versus inflasi. Graham memulainya dengan jujur mengakui tidak ada investasi yang bisa memberikan hedging (perlindungan) penuh terhadap investasi. Memang investasi pada saham seringkali memberikan return yang lebih tinggi daripada persentase nilai inflasi, tetapi itu bukanlah hal yang mutlak selalu terjadi.

Zwaig lebih jauh lagi memberikan contoh dari fluktuasi harga saham di Amerika antara tahun 1926 - 2012. Walaupun data Zwaig menunjukkan bahwa saham seringkali memberikan return di atas inflasi, ternyata tetap ada saat-saatnya saham gagal mengikuti laju inflasi, misalnya ketika terjadi deflasi (inflasi negatif, hal ini juga berbahaya karena berpotensi memicu kelesuan ekonomi yang berkepanjangan ketika orang lebih suka memegang uang tunai daripada melakukan konsumsi atau investasi, misalnya di Jepang yang dimulai pada periode 1990-an, sampai-sampai dekade tersebut dikenal sebagai Japan's Lost Decade dan beberapa pakar berpendapat bahwa Jepang belum sepenuhnya keluar dari resesi sampai 20 tahun kemudian!) atau ketika laju inflasi kelewat tinggi. 

Harapan terbaik kita disini adalah menerima bahwa pasar saham bergerak seperti roller coaster. Akan ada saatnya kita menangis ketika return kita jatuh di bawah inflasi, dan ada juga saatnya kita tertawa ketika return kita berhasil mengalahkan inflasi. Untuk kasus dimana harga saham gagal mengikuti laju inflasi di Indonesia, silakan para rekan ingat lagi krisis 2008. Periode itu adalah saat-saat neraka bagi para pemain saham ketika inflasi menembus angka 11% pada akhir 2008, sedangkan IHSG malah anjlok sampai terpangkas 50% lebih pada tahun yang sama.

Selain saham, Graham dengan gamblang juga memberikan beberapa kemungkinan wadah investasi selain saham, yaitu obligasi, emas dan real estate beserta untung-ruginya sejauh yang beliau ketahui sebatas pengetahuannya. Mengenai hal ini, Graham tetap kukuh pada pendiriannya, yaitu tetap saja tidak ada wadah investasi yang bisa memberikan jaminan pasti akan selalu bisa mengalahkan inflasi. Kalau begitu apa yang bisa investor lakukan? 

Nah, salah satu jalan keluar yang Graham sarankan diversifikasi. Jangan pernah menaruh semua uang pada satu wadah investasi tertentu, tetapi sebaiknya disebar. Dan kalau pun investasi kita akan didiversifikasi, selalu pastikan bahwa kita sudah memahami betul-betul wadah investasi tersebut sebelum menaruh uang kita disitu. Masih ingat apa yang Graham utarakan pada bab sebelumnya tentang investasi versus spekulasi?

Jadi apa pesan moral dari bab ini? Inflasi akan selalu terjadi, dan itu akan selalu mengingatkan kita bahwa uang kita selalu akan menurun nilainya dari waktu ke waktu. Cepat atau lambat, rupiah pada hari esok tidak akan bisa membeli barang dan jasa sebanyak rupiah pada hari kini. Itulah sebabnya kita melakukan investasi. Walaupun investasi kita tidak selalu akan bisa mengalahkan inflasi setiap saat, dalam jangka panjang investasi yang baik akan bisa memberikan return yang berada di atas laju inflasi.

Ulasan berikutnya adalah Bab 3: A Century of Stock-Market History, hal 65 – 87. Selamat membaca!

Thursday, August 15, 2013

Main Saham ala Intelligent Investor - Investment versus Speculation

[Pos ini ©2013 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Ulasan ini adalah kelanjutan dari bagian Introduction, dan mengacu pada Bab 1: Investment versus Speculation, hal 18 - 46.

Graham tidak membuang-buang waktu pada bab ini. Straight to point, langsung dengan memberikan definisi yang jelas akan investasi:
“An investment operation is one which, upon thorough analysis promises safety of principal and an adequate return. Operations not meeting these requirements are speculative.”

Jika ini masih membingungkan rekan-rekan sekalian, Zwaig mencoba memberikan penjelasan lebih jauh lagi mengenai ide investasi Graham, yaitu:
  1. kita harus benar-benar menganalisis suatu perusahaan dan kemantapan bisnis yang dikerjakan perusahaan tersebut sebelum membeli sahamnya;
  2. kita harus bersungguh-sungguh melindungi diri dari kerugian yang fatal;
  3. kita berharap mencetak hasil yang secukupnya, dan tidak berlebih-lebihan.

Sebelum kita lanjut akan hal ini, harap para rekan ingat bahwa secara umum investor gaya apa pun tidak masalah menerima penjelasan ke-1 dan ke-2 dari Zwaig. Hanya saja, penjelasan ke-3 adalah yang paling membedakan Value Investor dari investor gaya lainnya seperti Growth Investor macam Phil Fisher atau William O’Neil atau bahkan Peter Lynch ketika beliau membahas saham tipe fast-growth atau turnaround. Jadi jangan heran jika track record seorang Value Investor terlihat membosankan dari waktu ke waktu, karena mereka memang lebih menekankan konsistensi daripada return yang tinggi! 

Jika para rekan tidak percaya, silakan cek situs Berkshire Hathaway, perusahaan investasi milik Warren Buffet. Ingat, beliau adalah murid Graham yang terbaik dan secara umum masih banyak gaya investasi Graham yang Buffet terapkan sampai sekarang. Bisa anda tebak berapa return investasi Buffet setiap tahunnya sampai beliau bisa menjadi orang terkaya di dunia? 100%?? 1000%???

Percaya atau tidak, rata-rata annual return Buffet dari tahun 1965 – 2012 adalah 19.7% saja (!) Sebagai bayangan seberapa kecilnya persentase return dari investasi Buffet setiap tahun, coba bayangkan membuka usaha dengan modal 1 juta rupiah (Rp 1.000.000,-) pada awal Januari, dan ketika akhir Desember pada tahun yang sama para rekan hanya berhasil membukukan laba sebesar 197 ribu rupiah (Rp 197.000,-) saja!

"Kalau begitu mengapa Buffet bisa menjadi orang terkaya di dunia??" Tanya anda dengan napas tersengal-sengal setengah tidak percaya seperti orang yang baru tersambar petir di siang bolong. Ada beberapa alasan yang jarang dibahas, tetapi sangat signifikan menurut hemat saya.

Pertama, Buffet adalah pebisnis yang cerdik dan memiliki modal awal yang banyak. Dan pas saya bilang banyak, maksud saya itu sangat amat banyak sekali! Modal investasi Buffet kebanyakan berasal dari dana nasabah yang masuk melalui sektor asuransi di Berkshire Hathaway. Walaupun return tahunan hanya 19.7%, tetap saja hasilnya akan sangat banyak jika modal awalnya 100 trilyun misalnya.

Yang kedua, Buffet adalah orang yang hidup sederhana. Tidak seperti taipan Donald Trump yang sangat flamboyan sebagai contoh, Buffet adalah contoh klasik dari orang yang menjadi kaya dengan sukses dari berbisnis tetapi tidak menghambur-hamburkan uangnya untuk hal-hal yang kelewat materialistis. Bukan saja Buffet tidak menghambur-hamburkan keuntungan perusahaan Berkshire Hathaway, Buffet bisa dibilang menginvestasikan lagi nyaris semua keuntungannya dengan membeli lagi saham perusahaan yang telah dia teliti dengan baik. Dan dengan begitu, keajaiban compound interest (bunga berbunga) akan bekerja dengan luar biasa pada portofolio Buffet!

Dan terakhir, konsistensi! Sebagai bukti konsistensi Buffet dalam berinvestasi, perhatikan bahwa Buffet hanya merugi selama 2 tahun (saja!) sepanjang tahun 1965 sampai 2012, yaitu pada krismon besar tahun 2001 setelah dotcom bubble pecah beserta serangan teroris 9/11 di kota New York dan 2008 dimana terjadi sub-prime mortgage crisis di Amerika. Dan bahkan ketika Buffet merugi pun, kerugian beliau masih relatif jauh lebih kecil daripada anjloknya indeks S&P 500 pada tahun yang sama. Ingat apa yang Graham tekankan pada bagian Introduction. Kita (Value Investor) akan menang dalam jangka panjang!

Saya pribadi setuju -selain penjelasan yang ke-3 dari Zwaig di atas- bahwa definisi investasi dari Graham ini adalah definisi investasi yang paling masuk akal setelah membandingkan beberapa gaya investasi selain value investing. Artinya, tidak peduli gaya investasi para rekan mau ala Graham, Buffet, Fisher, Lynch, O’Neil atau siapa pun juga, seorang investor sejati tidak pernah boleh lupa untuk ‘mengerjakan PR’ dulu sebelum menanamkan uang di situ!

Jika para rekan tidak mau ‘mengerjakan PR’, maka anda tidak layak disebut sebagai seorang investor. Anda hanyalah seorang spekulan, dan sungguh satu kesalahan fatal mengganggap diri sendiri sedang berinvestasi jika ternyata yang para rekan lakukan adalah spekulasi.
Investasi atau spekulasi?
Saya pernah berdebat sama seorang teman mengenai hal ini karena teman saya tidak setuju ketika saya menyebut apa yang dia lakukan sebagai spekulasi setelah membeli properti di Jakarta untuk ‘investasi’ hanya dengan mengikuti iklan di pinggir jalan! Harap diingat, sebagai Intelligent Investor bukan berarti kita dilarang untuk berspekulasi. Justru sebaliknya! Graham malahan mengakui ada spekulasi yang cerdas, ‘Intelligent Speculation’, dan Zwaig juga mengingatkan bahwa perusahaan-perusahaan baru dan inovatif hanya akan tumbuh jika mereka mendapatkan modal yang cukup dari para spekulan yang pemberani.

Yang membuat Graham gemas adalah ketika orang mencoba menipu diri sendiri dengan mengaku-ngaku sedang berinvestasi, padahal yang dilakukan adalah spekulasi. Itu berarti jika para rekan membeli emas, properti, saham atau apa pun juga karena percaya omongan orang, sekedar termakan iklan, dengar-dengar di TV/koran/forum internet kalau yang ini atau yang itu akan naik, maka para rekan telah berspekulasi dan bukan berinvestasi.
Emas, properti, dan saham sebagai wadah 'investasi' populer di Indonesia.
Source: 'Kontan.co.id'

Untuk main saham misalnya. Mari jawab dengan jujur, berapa banyak dari para rekan disini yang sudah pernah membaca laporan keuangan suatu perusahaan sebelum membeli sahamnya? Apakah kita telah jujur pada diri kita sendiri? Apakah kita benar-benar sedang melakukan investasi sebagaimana yang didefinisikan oleh Graham, ataukah kita sedang menipu diri sendiri padahal yang kita lakukan sesungguhnya adalah spekulasi? Marilah kita bersama-sama merenungkan pertanyaan itu setiap kali kita akan mengambil keputusan investasi apa pun.

Jadi apa pesan moral bab ini? Sederhana saja. Seorang Intelligent Investor sejati tidak akan pernah berinvestasi tanpa mengetahui apa yang akan dia beli! Pelajari baik-baik sebelum mengambil keputusan investasi. Spekulasi itu tidak salah, tetapi jangan pernah menipu diri sendiri bahwa apa yang para rekan lakukan adalah investasi jika pada kenyataannya apa yang para rekan lakukan hanyalah spekulasi belaka, apalagi sampai mempertaruhkan uang yang sebenarnya para rekan tidak siap kehilangan jika ternyata spekulasi tersebut tidak berhasil.

Ulasan berikutnya adalah Bab 2: The Investor and Inflation, hal 47 – 64. Selamat membaca!

Wednesday, August 14, 2013

Main Saham ala Intelligent Investor - Introduction

[Pos ini ©2013 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]

Ulasan ini adalah kelanjutan dari bagian Pre-Introduction, dan mengacu pada bagian Introduction, hal 1 - 17.

Pertama-tama, yang dimaksud intelijen dari ‘intelligent investor’ disini apa ya? Apa harus punya IQ super tinggi macam anak-anak jenius juara Olimpiade Fisika asuhan Prof. Yohanes Surya? Atau harus punya gelar Doktor dulu di bidang matematika, akuntansi, ekonomi, business-management, aktuaria, maupun finance? Atau harus jadi pengusaha papan atas selevel Bob Sadino atau James Riady dulu untuk otomatis intelijen sebagai investor?

Bukan, bukan, bukan!!

Saya pernah diskusi hal ini bersama rekan Iyan. Kami berdua sepakat bahwa jika anda sudah bisa menguasai hitung-hitungan sederhana tingkat SD (tambah, kurang, kali, bagi, dan selevelnya) saja, level kepandaian anda sebenarnya sudah sangat cukup untuk bermain saham. Selebihnya ya adalah masalah karakter. Hal-hal seperti sabar, disiplin, pengendalian diri, kerendahan hati untuk mengaku salah dan kalah, kemauan keras untuk terus belajar, sampai akal sehat.

Apa para rekan tahu bahwa Dahlan Iskan, pengusaha nasional dan pejabat papan atas di negeri tercinta kita ini, juga pernah kalah besar dalam main saham sampai-sampai beliau kapok dan tidak mau main saham lagi sekarang?

Apa para rekan tahu bahwa Isaac Newton, salah satu fisikawan terbesar dalam sejarah umat manusia, pernah merugi bermilyar-milyar ketika saham South Sea yang beliau pegang ambruk nilainya sampai-sampai Newton akan mengamuk jika ada yang berani-berani menyebut South Sea setelahnya?

Apa para rekan tahu bahwa pada tahun 1990-an, dua peraih Nobel ekonomi Merton dan Scholes pernah memimpin satu regu pasukan elite jenius lulusan universitas terbaik dunia seperti MIT, Harvard, Caltech, dsb dalam perusahaan investasi baru Long-Term Capital Management? Awalnya para jenius ini berhasil mencetak hasil yang luar biasa, namun hal itu tidak bertahan lama. Ketika krisis finansial 1998 datang, Long-Term merugi habis-habisan sampai-sampai Merton dan Scholes beserta anak-anak jenius bawahannya disumpahi banyak orang karena teori ekonomi mereka sama sekali tidak berkutik menghadapi ujian di dunia nyata!

Satu hal penting lainnya yang ingin Graham tekankan disini adalah market (pasar) memang rada susah diprediksi. Ada banyak contoh dari bursa saham Amerika di bagian ini yang layak dibaca, tetapi saya rasa akan lebih baik lagi jika kita renungkan beberapa contoh yang lebih dekat dengan dunia investasi Indonesia.
IDX (Indonesian Stock Exchange) - Bursa Efek Indonesia

Apa para rekan bisa memprediksi kalau tahun 1998 kita akan mengalami salah satu krismon terbesar dalam sejarah Indonesia? Saya pribadi samar-samar ingat ada pakar ekonomi yang dengan pongahnya berkoar-koar ‘potong leher saya kalau dolar tembus 5000 rupiah!’ Nyatanya nilai tukar rupiah anjlok sampai ke level 16000 rupiah per 1 dolar, dan saya tidak ingat ada pakar ekonomi yang kehilangan kepalanya secara sukarela. Malah saking hebatnya krismon Indonesia waktu itu, Pak Harto yang sudah 32 tahun memimpin bangsa ini sampai-sampai harus rela turun tahta dan berakhirlah era Orde Baru di Indonesia!
Saat-saat terakhir kepemimpinan Pak Harto


Atau bagaimana dengan krisis ekonomi 2008 yang juga terkait dengan subprime mortgage crisis di Amerika? Sepanjang tahun 2007, para pemain saham di Indonesia bisa dibilang semuanya berpesta pora dan menari-nari karena pasar saham kita terus mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Belum lagi harga batu bara yang terus melonjak di pasar dunia sehingga siapa pun merasa bisa langsung kaya jika memegang saham perusahaan batu bara, walaupun perusahaannya sendiri banyak yang tidak jelas fundamentalnya. 

Tiba-tiba saja pada tahun 2008, bursa saham kita anjlok sampai 50% lebih, dan banyak pemain saham yang langsung jatuh miskin karena kelewat yakin kalau harga saham akan terus naik dan naik dan tidak akan pernah turun. Ini juga diperparah dengan jatuhnya harga batu bara di pasar dunia. Ada saham yang dengan ekstrim turun sampai 80% - 90% lebih dari harga tertingginya, dan banyak sekali pemain saham yang depresi –malah konon ada yang sampai bunuh diri- karena tidak kuat menerima kenyataan bahwa semua keuntungan yang sudah terakumulasi dari tahun-tahun sebelumnya lenyap dalam sekejap!

Nah, di buku Intelligent Investor, Graham dan Zwaig juga memberikan banyak contoh dari pasar saham Amerika. Sepanjang abad ke-20, pasar saham selalu naik turun tidak karuan. Terkadang karena alasan yang jelas, dan terkadang juga untuk alasan yang sama sekali tidak masuk akal.

Karena alasan itulah Graham berpendapat bahwa investor yang baik sebaiknya tidak membuang-buang waktu dengan mencari timing keluar-masuk pasar pada saat yang tepat. Lebih baik kita fokus saja dengan mengevaluasi langsung bagaimana pricing bisnis di belakang saham tersebut. Apakah kita akan selalu berhasil investasinya, Graham tidak memberikan jaminan. Namun Graham percaya jika kita memegang prinsip ini dengan teguh, kita akan menang dalam jangka panjang. Dan inilah yang mendasari pemikiran Graham akan Value Investing!

Tidak seperti buku investasi umum yang sampulnya selalu dipenuhi janji-janji gombal seperti ‘cepat kaya tanpa kerja’ atau ‘cuan 1 milyar dalam 1 bulan’, Graham malah dengan jujur mengakui tidak ada jalan yang mudah dan pasti untuk menjadi kaya dari pasar modal. Pada beberapa bab ke depan, Graham akan fokus kepada beberapa hal penting seperti:
  • Bagaimana meminimalkan peluang merugi yang berlebih-lebihan
  • Bagaimana memaksimalkan peluang investasi yang terus bertahan dalam jangka panjang
  • Bagaimana mengendalikan tingkah laku kita sebagai investor yang bisa jadi terus menyabot investasi kita baik secara langsung maupun tak langsung
Dengan kata lain, moral pada bagian introduksi ini sebenarnya sederhana saja. Satu-satunya pertempuran yang harus kita menangkan adalah pertempuran melawan diri kita sendiri.

Ulasan berikutnya adalah Bab I: Investment Versus Speculation, hal 18 – 46. Selamat membaca!

Monday, August 12, 2013

Letter from God to Forex Traders


I am pleased to write to you, as traders are among those people who often call me and pray hard, especially when the market goes against their positions. Please keep in mind that at a time when the market moves against your position, and you begin to pray and ask me, that prices have gone in your direction, there are many other people who are happy with the situation, continue to say "Thank God!" and asked to move the market stronger.

Who should I listen to? What would you do in my place? You would suddenly change direction of the market in favor of those who have lost, or are forced to move on the market, in the same direction in order to cater to those who make money?

I created and organized all in accordance with its rules and regulations. Everything from the smallest particles in the nucleus of an atom to the largest galaxy. They know what to do, because they follow the rules. They use the original source of energy. Electrons, planets, stars know its orbit very well. They do not ask about his direction, and it is their destiny

When the bird searches for food and starts to rain, the bird will not forgive me, stop the rain, because she knows that now the rain. This bird is adapted to nature and its rules. Nature and its rules can not be changed in favor of the birds.

The same thing with the Forex market, as well, and other things. If you want to make money on the Forex, you must learn to follow the rules of the foreign exchange market. The market will not follow you. If you have taken the position, and the market went against you, do not ask me to bring it back.

If you have merged your account because of your own ignorance and because you do not know how much money you can make a deal, do not blame me, do not say that I do not love you, and why others are making money, and you only lose . It's not my fault. I do not make exceptions. I love you all. All those who follow the rules, will thrive. Those who are trying to go against the rules - will suffer.

I'll never forget those days, when the market goes against you, and you pray that he is back and he's back. You restore your losses and suddenly forgot about me. You said that if I went back the price only once, you promised not to repeat the same mistakes. However, once the price is back, and you restore your losses, you started to repeat the same mistakes over and over again, rather than just learn the rules and techniques.

Keep in mind that I'm the only one who does not make mistakes. Even if you learn all the rules and techniques, behind you will have several years of experience, you will still be losing money. But that's okay. There is something called a stop-loss. This is one of the most important things in the whole forex market. Never ignore placing reasonable stop-loss.

Finally, if you manage to make money with Forex or any other kind of business, try to transfer part of their income to charity. You must care for those who need your help. Although I do not listen to you when you ask me to return the prices in line with your position to help poor people, I can help you become a good trader Forex. I never forget those who have not forgotten me, and I can help those who help others for me. Take care of others, and I care about you. I assure you, if you help others, I will not fail you at a time when no one can help you but me.

Source: http://vostanovi.blogspot.co.uk/2012/12/letter-from-god-forex-traders.html

Main Saham ala Intelligent Investor - Pre Introduction



[Pos ini ©2013 oleh Willy billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]


The Intelligent Investor 4th ed
Perkenalkan, nama saya Willy. Sebelum aktif di blog ini, saya sudah lama berpartisipasi dalam blog Terus Belajar Saham yang dikelola oleh rekan Iyan dan terutama sekali sebagai masukan bagi saya juga sebagai pemain di saham, reksadana, dan Forex. Saat ini saya akan mengulas buku Intelligent Investor karya Benjamin Graham. Saya akan mengacu kepada Intelligent Investor milik saya yang Fourth Revised Edition dari HarperBusiness Essentials. Jika para rekan tertarik mencari Intelligent Investor yang versi Indonesia-nya, silakan pesan di penerbit Serambi penerbit Pijar Nalar atau toko buku Gramedia terdekat.

Karena buku Intelligent Investor sangat tebal dan sarat dengan nasihat investasi yang bermutu dari Benjamin Graham dan Jason Zweig, ulasan akan saya bagi bab per bab. Ulasan saya akan fokus kepada bab Intro dan 20 bab utama buku tersebut. Saya tidak akan menggali terlalu dalam, tetapi saya akan berusaha membuat ulasan tersebut sesederhana mungkin yang mudah dimengerti dalam bahasa kaum awam. Jika rekan-rekan benar-benar ingin langsung mengerti apa hal yang paling penting dari buku Intelligent Investor, saya menyarankan untuk langsung membaca bab 8 (tentang Tuan Pasar), bab 20 (tentang Marjin Aman), dan bagian epilog (tentang para Superinvestor dari Graham-and-Doddsville).

Harap diingat bahwa baik saya maupun rekan Iyan sama sekali tidak menelan mentah-mentah apa yang dianjurkan oleh Benjamin Graham dalam buku ini. Kami memiliki gaya investasi masing-masing yang sesuai dengan karakter kami pribadi, dan kami berharap para rekan disini juga mau terus belajar dan berkembang sampai bisa mencapai pencerahan pribadi akan gaya investasi yang paling cocok dengan karakter pribadi masing-masing.

Walaupun demikian, harus diakui bahwa Graham telah membangun salah satu sistem investasi yang paling berhasil saat ini, yaitu Value Investing.
Value Investing dan analoginya di dunia nyata
Source: 'Kontan.co.id'
Investor saham tersukses di dunia (Warren Buffet) dan juga investor saham tersukses di Indonesia (Lo Kheng Hong) saat ini bahkan mengakui bahwa dasar investasi mereka adalah buku Intelligent Investor dari Benjamin Graham. Tidak peduli seperti apa pun gaya investasi anda, ada baiknya buku Intelligent Investor menjadi salah satu referensi yang paling penting jika para rekan benar-benar ingin serius bermain saham. Minimal buku ini dapat menjelaskan cara berpikir para value investor dalam menganalisis pasar saham yang kadang-kadang memang rada aneh.

Baik Value Investing maupun market terkadang memang rada aneh....
Source: 'Kontan.co.id'

Ok? Beberapa tokoh penting di buku ini adalah:
  1. Benjamin Graham. The Father of Value Investing. Intelligent Investor adalah karya terbesarnya dan Graham menulis buku ini setelah mengalami sendiri salah satu krismon terbesar dalam sejarah Amerika yaitu the Great Depression pada 1929. Warren Buffet sempat belajar dan magang langsung di bawah Graham, tetapi Buffet kemudian membangun sistem main saham pribadi yang berbeda dengan Graham.
  2. Jason Zweig. Kolumnis dari beberapa harian di Wall Street ini memberikan sentuhan modern pada buku Intelligent Investor cetakan terbaru. Zweig banyak memberikan perumpamaan yang rada serius tapi santai -dan seringkali kocak!- pada bagian komentar dan footnote, dan terutama sekali bagaimana ide Graham diterapkan ketika pemain saham Amerika mengalami langsung ketamakan dan kepanikan yang berlebih-lebihan pada saat dotcom bubble and burst tahun 1990-2000. 
  3. Warren Buffet. Salah satu orang terkaya di dunia pada zamannya. Buffet sebenarnya hanya muncul di bagian kata pengantar dan appendix, tetapi pendapat beliau akan ide Graham layak juga dibaca untuk lebih mengerti cara berpikir Graham sebagaimana yang ditafsirkan Buffet dan mengapa Buffet menolak mentah-mentah hipotesis pasar yang efisien. Saya pribadi setuju dengan Buffet untuk yang satu ini bahwa pasar memang –secara umum- tidak efisien.

Ulasan akan saya mulai dengan bagian Introduction, hal 1 – 17. Selamat membaca!