[Pos ini ©2013 oleh Willy
billythepip.blogspot.com. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.]
Ketika membaca koran finansial beberapa waktu lalu, satu artikel berhasil menarik perhatian saya.
Kenapa Lo Kheng Hong Masih Pegang Saham Tambang Grup Bakrie?
Saya terbungkam. Selama ini saya segan terhadap nama besar Lo Kheng Hong, dan beliau adalah salah satu panutan saya sebagai investor saham. Dan dari waktu ke waktu, saya percaya pada ajaran beliau bahwa yang paling penting ketika menganalisis suatu emiten adalah 'manajemen, manajemen, dan manajemen'. Lalu mengapa beliau sekarang tetap mantap menanamkan uangnya di BUMI yang notabene terus merugi belakangan ini, dan juga salah satu emiten andalan Aburizal Bakrie?
Terus terang, saya pribadi rada ngeri kalau mau berurusan dengan emiten terkait grup Bakrie. Terlalu banyak hal yang saya tidak mengerti ketika menganalisis fundamental saham BUMI, jadi jujur saja BUMI belum masuk dalam shortlist saham yang akan saya masukkan pada tahun 2014 mendatang.
Akan tetapi, ada sedikit petunjuk dari Kheng Hong pada bagian awal dan akhir artikel tersebut.
"Perusahaan ini masih berproduksi. Masih 80 juta ton produksinya. Cadangan batubaranya juga banyak, terbesar... Dulu harga saham BUMI Rp 8.750 per saham, sekarang kira-kira sudah Rp 300-310 per saham. Ya memang lagi begitu."
Selain itu, artikel ini ditutup dengan kalimat yang sangat menarik.
"Perusahaan ini masih berproduksi. Masih 80 juta ton produksinya. Cadangan batubaranya juga banyak, terbesar... Dulu harga saham BUMI Rp 8.750 per saham, sekarang kira-kira sudah Rp 300-310 per saham. Ya memang lagi begitu."
Selain itu, artikel ini ditutup dengan kalimat yang sangat menarik.
"Hingga kuartal III-2013, perseroan mencatatkan kerugian sebesar US$
377,5 juta. Angka ini turun 40% dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar US$ 632,5 juta.
Kerugian tersebut disebabkan oleh masih rendahnya harga batu bara dunia yang bertengger di bawah US$ 70 per ton sehingga belum mampu menutup kerugian di tahun sebelumnya.
Namun, perseroan mencatat kenaikan volume penjualan batu bara sebesar 22,9% dari 47,7 metrik ton pada kuartal III-2013 menjadi 58,6 metrik ton pada kuartal III-2013."
Dengan kata lain, bisnis masih tetap berjalan lancar pada emiten batu bara. Perusahaan merugi karena memang harga komoditas saat ini sedang anjlok!
Saya lalu mencari-cari artikel lama tentang Lo Kheng Hong, dan kembali menemukan penegasan akan strategi beliau:
Selama semester I 2013 Kheng Hong mengaku memperbanyak koleksi saham
sektor yang sedang terpuruk, seperti sektor komoditas. Saat ini, harga
saham-saham tersebut murah karena sedang dijauhi orang. Berinvestasi di
saham ini juga cenderung low risk karena harganya tergolong murah. "Saya sendiri memilih beli dan simpan sambil menunggu harga komoditas pulih," imbuhnya.
Kalimat 'saham sektor yang sedang terpuruk' menyiratkan bahwa BUMI -dan emiten batu bara secara umum- termasuk saham siklikal. Menurut Peter Lynch, kunci dalam bermain saham siklikal adalah timing yang tepat, dan Lynch bicara timing dalam jangka panjang. Ingat strategi saham yang dianjurkan Benjamin Graham. Belilah ketika harga sedang anjlok, dan jualah ketika harga sudah meroket!
Dan sebagai langkah terakhir, saya melihat Aksi Harga BUMI pada Monthly chart 5 tahun belakangan:
BUMI sudah berada pada posisi Swing Low. |
Jika harga komoditas kembali meroket, bisa saja BUMI kembali menjadi primadona investor saham Indonesia. Secara teknikal, BUMI sudah kembali stabil pada kisaran harga sebelum bubble komoditas 2007, jadi saya rasa Kheng Hong tidak salah-salah amat mengoleksi saham BUMI sekarang.
Bagaimana menurut para rekan sekalian?
DISCLAIMER MODE ON: Ini bukan anjuran untuk jual-beli saham-saham tertentu. Risiko silakan tanggung sendiri.
DISCLAIMER MODE ON: Ini bukan anjuran untuk jual-beli saham-saham tertentu. Risiko silakan tanggung sendiri.